DARI DESA- Kasus SMA Siger di Bandar Lampung kembali memanas. Setelah lama menjadi sorotan, kini muncul laporan ke Polda dari penggiat publik Abdullah Sani yang menuding adanya pelanggaran serius dalam pendirian sekolah tersebut. Skandal ini menyeret nama Wali Kota Eva Dwiana, Kepala Disdikbud Eka Afriana, serta DPRD Kota Bandar Lampung yang diduga menutup mata terhadap proses administrasi dan izin operasional sekolah yang bermasalah.
Deskripsi Foto:
Tampak gedung eks Terminal Panjang yang kini difungsikan sebagai lokasi SMA Siger, berdiri tanpa papan izin resmi. Foto diambil pada siang hari, memperlihatkan aktivitas sejumlah siswa di area yang masih tampak belum tertata layaknya sekolah formal.
Artikel:
Kasus SMA Siger di Bandar Lampung kembali mencuat dan menjadi perhatian publik. Laporan resmi dari penggiat publik Abdullah Sani kepada Polda Lampung pada September 2025 menyoroti dugaan pelanggaran administratif dan etik dalam pendirian serta operasional sekolah yang disebut-sebut didirikan di atas aset negara.
Aduan ini memunculkan kembali peringatan lama yang sempat dilontarkan DPRD Provinsi Lampung beberapa bulan sebelumnya. Legislator daerah tersebut telah mengingatkan agar Pemkot Bandar Lampung, di bawah kepemimpinan Eva Dwiana, serta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bandar Lampung Eka Afriana, berhati-hati dalam penyelenggaraan SMA Siger yang hingga kini tidak memiliki kejelasan mengenai status pinjam pakai aset negara.
Abdullah Sani bukan satu-satunya yang menyoroti persoalan ini. Jurnalis investigasi LE News.id, Andika Wibawa, bahkan lebih dahulu mengungkap adanya pelanggaran dalam pendirian sekolah tersebut. Ia menyebut bahwa SMA Siger, yang oleh publik disebut sebagai “SMA Hantu” milik Pemkot Bandar Lampung, ternyata berada di bawah kendali perorangan bernama Dr. Khaidarmansyah.
“Jangan sampai anak-anak sudah sekolah, tapi ijazahnya tidak bisa diterbitkan. Itu merugikan hak mereka,” ujar Andika.
Kritik serupa juga datang dari Ketua DPW PKS Lampung, Ade Utami Ibnu. Ia menilai bahwa kebijakan pendirian SMA Siger sarat kepentingan politik dan berpotensi merugikan sekolah-sekolah swasta yang sudah lama berkontribusi dalam dunia pendidikan.
“Kalau memang untuk rakyat dan gratis, kenapa tidak anggarannya digunakan untuk sekolah swasta yang sudah ada di Bandar Lampung? Masih banyak sekolah swasta yang kekurangan murid, guru pun banyak yang tidak mendapat jam mengajar. Kebijakan ini harusnya mempertimbangkan keadilan,” ujar Ade Utami kepada Axelerasi.id, Senin (14/7/2025).
Ia menambahkan bahwa pembangunan sekolah baru seharusnya tidak mengorbankan lembaga pendidikan yang sudah eksis. Menurutnya, langkah pemerintah kota seakan mengabaikan asas pemerataan dan justru menimbulkan ketimpangan baru di sektor pendidikan.
“Kenapa tidak diarahkan ke sekolah swasta? Bukankah pemerintah seharusnya menjadi teladan dalam menaati aturan?” tambahnya.
Ironisnya, meskipun belum memiliki izin resmi, SMA Siger tetap menjalankan kegiatan belajar mengajar. Padahal, berdasarkan peraturan, sekolah baru harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Disdikbud Provinsi dan Dinas Perizinan Terpadu.
Pegawai bidang pelayanan SMA Disdikbud Bandar Lampung, Danny Waluyo Jati, menjelaskan bahwa pendirian sekolah baru wajib memiliki aset tanah dan bangunan atas nama yayasan, bukan perorangan atau pemerintah daerah. Namun faktanya, gedung SMA Siger berlokasi di bekas Terminal Panjang—yang sebelumnya merupakan aset milik negara.
Lebih jauh, publik mempertanyakan keputusan Wali Kota Eva Dwiana yang dengan mudah mengalihfungsikan aset publik menjadi fasilitas pendidikan tanpa prosedur resmi. Melalui unggahan di media sosial, Eva menyebut langkah tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan warga pra sejahtera. Namun, publik menilai tindakan itu justru membuka celah pelanggaran hukum, terlebih ketika muncul dugaan bahwa aset negara tersebut bisa berpindah kepemilikan kepada pihak swasta yang tidak berwenang.
“Apakah aset negara itu nantinya akan berpindah tangan menjadi milik pribadi Ketua Yayasan Siger Prakarsa Bunda, Dr. Khaidarmansyah?” tanya seorang warga dalam kolom komentar unggahan Eva Dwiana.
Hingga kini, baik Pemkot Bandar Lampung maupun DPRD Kota belum memberikan penjelasan resmi atas polemik tersebut. Sementara itu, laporan Abdullah Sani ke Polda Lampung menjadi langkah baru yang bisa membuka tabir dugaan penyimpangan dalam pendirian SMA Siger. Publik kini menunggu langkah hukum selanjutnya untuk memastikan apakah ada unsur pelanggaran pidana dalam kasus ini.***








