DARI DESA– Polemik terkait pinjam pakai aset negara untuk SMA Siger kini resmi memasuki ranah hukum. Unit 3 Subdit 4 Tipidter Polda Lampung mulai menindaklanjuti laporan pada awal November 2025, menyusul dugaan penggelapan dan konflik kepentingan yang menyeruak di tengah proses administrasi penggunaan fasilitas pemerintah.
Laporan resmi pertama kali diajukan oleh Abdullah Sani, seorang penggiat kebijakan publik, yang mengirimkan keterangan tertulis kepada media pada Rabu, 5 November 2025. Menurut Abdullah, penggunaan aset negara berupa ruang kelas SMP Negeri 44 Kota Bandar Lampung oleh Yayasan Siger Prakarsa Bunda diduga menyalahi prosedur resmi, sehingga berpotensi melanggar hukum pidana terkait penggelapan dan penadahan aset milik pemerintah.
Tim investigasi media pun langsung meninjau lokasi. Banner Yayasan Siger Prakarsa Bunda terlihat terpasang mencolok di halaman depan SMP Negeri 44, hanya berjarak 2–3 meter dari papan pengumuman resmi milik BPKAD yang menandai status tanah dan bangunan sebagai aset pemerintah. Keberadaan banner ini menjadi simbol kuat atas dugaan penyalahgunaan fasilitas milik negara untuk kepentingan yayasan swasta.
Prasangka adanya konflik kepentingan kian menguat setelah praktisi hukum Hendri Adriansyah SH, MH, menyatakan jauh sebelumnya, yakni pada Oktober 2025, bahwa pinjam pakai gedung dan sarana prasarana SMP Negeri 44 oleh yayasan swasta bisa menimbulkan pidana jika tidak dilengkapi dokumen resmi seperti Berita Acara Serah Terima (BAST). “Aturan pinjam pakai sudah diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 dan diubah menjadi Permendagri Nomor 7 Tahun 2024. Jika tidak ada BAST, indikasi tindak pidana penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan penadahan aset negara (Pasal 480 KUHP) bisa muncul, dengan ancaman hukuman masing-masing hingga empat tahun penjara,” jelas Hendri.
Dari penelusuran lebih lanjut ke berbagai instansi terkait, media hanya menemukan surat pengajuan pinjam pakai ruang kelas SMP Negeri 44 oleh Yayasan Siger Prakarsa Bunda, bernomor 0001/01/YP-SIPRABU/VIII/2025. Surat ini diyakini hanya sebagai pengajuan, bukan bukti persetujuan resmi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bandar Lampung. Artinya, izin penggunaan fasilitas negara oleh SMA Siger 2 masih belum jelas legalitasnya.
Upaya konfirmasi terhadap Plt Kasubag Aset dan Keuangan Disdikbud Kota Bandar Lampung, Satria Utama—yang juga tercatat sebagai sekretaris Yayasan Siger Prakarsa Bunda—tidak membuahkan jawaban. Pegawai di kantor aset dan keuangan menyatakan Satria sedang berada di kegiatan luar kota di Mandala, dan hingga berita ini diterbitkan, Satria Utama belum memberikan tanggapan meskipun redaksi telah menghubungi melalui nomor WhatsApp yang bersangkutan.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai tata kelola aset negara dan transparansi birokrasi di Kota Bandar Lampung. Praktisi hukum menekankan bahwa prosedur pinjam pakai fasilitas pemerintah harus jelas, dengan dokumentasi lengkap dan persetujuan resmi dari instansi terkait, agar tidak menimbulkan potensi penyalahgunaan maupun konflik kepentingan.
Publik kini menunggu perkembangan lebih lanjut dari penyelidikan Polda Lampung. Apabila terbukti ada penyalahgunaan aset negara, pengurus yayasan maupun pihak terkait di Disdikbud dapat terjerat pidana sesuai ketentuan KUHP, dan menjadi peringatan bagi institusi lain agar lebih transparan dalam penggunaan aset milik publik.***








